Rein
Part 1
Di antara banyak air hujan yang jatuh, beberapa tetesnya memercik akibat angin ke dalam sebuah ruangan apartemen di lantai dua ini. Kaca apartemen yang pecah, memudahkan air masuk, juga membawa serta hawa dingin ke dalam ruangan. Terlihat di sana, seorang wanita mengonggok di tepian kasur. Tangan kanan memegang pecahan kaca, sedang tangan kirinya menggantung, meneteskan satu-dua tetes darah bekas sayatan.
Kring!
Dering ponsel berbunyi. Entah sudah berapa lama. Barangkali di sana telah tercetak lebih dari dua puluh miss called masuk. Namun wanita ini tak kunjung mengangkat. Ia memang tengah memejam, ia tidur? Atau,
Hingga ketukan seseorang terdengar. Membuat wanita ini seketika membuka mata, menegakkan tubuh dengan duduk. Ia melempar pecahan kaca ke sisi kasur, buru-buru menurunkan gulungan lengan bajunya, lalu menuju arah pintu.
"Siapa?" ucapnya parau.
"Are you okay, Rein?" Tangannya melepas gagang pintu, urung untuk membukanya.
"I am okay, Nad!" teriaknya, ia tau siapa yang ada di luar.
"Bisa buka pintunya? Aku tadi dengar suara kaca pecah. Kutelfon kau berkali-kali tapi miss." Seseorang itu berkata agak keras, sepertinya berusaha mengalahkan suara hujan serta guntur yang bergemuruh.
Diam beberapa saat, membuat orang di luar pintu apartemen tambah khawatir.
"Rein? Are you okay?"
"I am okay!" Akhirnya wanita ini menyahut. Ia tadi membenarkan lengan baju. Merapikan hingga benar-benar menutupi bekas sayatan pergelangan tangannya.
"Aku baik-baik saja, kamu jangan masuk! Aku lagi ganti baju. Tadi kacanya pecah, kena petir." Sedikit berbohong, tak apa bukan?
"O-okay, aku kembali ke kamarku kalo gitu Rein!"
Setelah yakin tak ada orang di luar, wanita ini kembali berjalan gontai ke kasur. Mengambil ponselnya, mengecek. Benar saja, chatt dan miss called sudah berjibun di sana. Tidak dia buka, matanya hanya memutar jenuh, tau itu bukan pesan penting.
Beralih ke miss called. Sama saja. Ia hanya menscroll. 5 miss dari Nadia, orang yang tadi mengetuk pintu apartemennya. Dan beberapa dari orang-orang tak penting di hidupnya,
"Oh, shit!" Satu miss called membuat matanya seketika membulat. Ia buru-buru mencari sesuatu.
Ketemu! Jaket parka hoodie berwarna hijau lumut favoritnya yang berada di bawah tempat tidur. Entah bagaimana bisa ada di sana. Ia memakainya, tak lupa jam tangan di nakas meja rias juga dipakai. Rambutnya disisir kasar dengar jari, kemudian menutupinya dengan hoodie. Sebelum pergi, ia menatap celana jeans yang dipakai. Menelisik, mungkin ada bekas darah di sana.
Akhirnya, wanita ini bernapas lega, kali ini agak rapi. Darah tidak mengotori bajunya.
Kring!
Dering ponsel sukses membuat dia terperanjat kaget.
"Ha-halo?" Ragu dia mengangkat. Benar saja, ponsel langsung dijauhkan dari telinga begitu orang diseberang mengomel tak karuan.
"Rein! Jadi bertemu tidak? Aku udah nunggu satu jam ini!" Suara berat itu benar-benar terdengar sebal. Si-empunya nama cuma ber-hehe ria.
"Ok-ok, otw ini. Sabar dong. Ketiduran tadi." Telfon dimatikan sepihak. Membuat wanita ini sontak memukul dahinya.
"Mampus!"
-- to be continue --

Jangan berkomentar kasar, ya