Senin, 18 Januari 2021

Minggu pagi.


Jalanan terlihat lengang, kehilangan suara klakson dan deru ugal-ugalan seperti kemarin. Hampir sunyi, kecuali jika tak ada gumuruh awan hitam di langit. Agaknya badai akan datang lagi. Mungkin belum puas menumpahkan amarahnya semalam.


"Pak ...!" Terdengar teriakan dari dapur. Seorang pria usia 50an bangkit dari duduknya menonton tv.


"Ada apa, Bu? Bapak sampai kaget." Pria yang notabenenya kepala keluarga ini melenggang ke arah istrinya berteriak.


"Liat, Pak! Gentengnya bocor! Kalau hujannya sederas semalam, bisa-bisa banjir rumah kita, Pak. Banjir!" kata istrinya resah sembari menunjuk dua genteng yang retak.


Sambil menggulung lipatan sarung lebih tinggi, "Halah, Bu ... Bu, kalau hujannya sederas semalam, yang kebanjiran bukan cuma kita, tetangga sebelah juga pasti kebanjiran." kata pria ini santai sambil menyiapkan ember untuk tadah hujan.


"Lhah? Bapak malah ngelucu. Kan genteng kita yang bocor, gimana bisa jadi tetangga yang kebanjiran?" Sang istri tertawa.


"Ibu lupa, sama blumbang samping rumahnya Pak Mad, tetangga Ibu?"


Di samping rumah tetangga mereka, Pak Mad, terdapat sebuah blumbang. Blumbang itu menyerupai danau kecil berdiameter kurang lebih 10 meter. Bagi warga sekitar, blumbang digunakan untuk tadah hujan. Dijadikan semacam tanggul air. Dulu airnya jernih.


"Sudah meluap ya, Pak, blumbangnya?" tanya istrinya. Kini keduanya ada di ruang tamu. Duduk di kursi sembari pandangi langit hitam dari jendela rumah mereka.


"Iya, sudah meluap. Bukan airnya tapi, yang meluap sampahnya!" Sang suami tertawa sumbang. Sementara istrinya menatap wajah suaminya gamang.


"Padahal dulu jernih ya, Pak?" Hembusan napas kecewa ke luar dari wanita yang usianya tidak jauh beda dengan suaminya. Hanya terpaut dua tahun lebih muda.


"Ya ... dulu kan belum ada sampah plastik, Bu. Lha wong makan jajan aja masih dipincuk pake daun pisang. Abis makan buang, ndak usah khawatir, daun pisang kan gampang diurai tanah." Pria ini menjeda, pandangannya menatap kosong ke depan. Seperti sedang mencari memori yang sudah lama hilang. Mungkin bukannya hilang, hanya saja tertimbun dengan memori lain yang kata orang lebih penting. Memori tentang pernikahan, kelahiran anak, KB, berita televisi, politik, pemilihan ketua RT, pemilihan presiden, atau memori saat mereka tak punya sepeserpun uang pada suatu hari. Hingga mungkin, memori tentang daun pisang sudah terlupakan.


"Kesadaran orang zaman sekarang memang kurang ya, Pak? Masa sampah dibuang ke blumbang. Padahal mereka sudah tau akibatnya, tetap saja melakukannya setiap hari." Kini istrinya yang berpendapat. Belum sadar, suami yang duduk di sampingnya menoleh terkejut ke arah sang istri.


"Lhah? Buk?" Istrinya menoleh.


"Kenapa, Pak?" tanyanya bingung.


"Bukannya ibuk kalo buang sampah juga ke blumbang ya, Buk? Bapak liat, satu kresek besar tiap hari." Mata sang istri mengerjap, seperti disadarkan oleh sesuatu. Dan dalam hitungan lima detik, sang istri cuma nyengir kuda, membuat sang suami geleng-geleng kepala.


"Kaya gini ini ni. Padahal diri sendiri berbuat, malah nyalahin orang banyak. Terlihatnya seperti kaya pahlawan, padahal sendirinya ikut andil." Sang suami melirik istri. Sementara istrinya menutup muka dengan dua tangan. Malu.

______________________

Jepara, sp

Jangan berkomentar kasar, ya

Salya's Note . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates