Kisah Cinta Dewi Nawangsih Puteri Sunan Muria (Cerita Rakyat Kudus Naskah Sendratasik)
Bentuk Pertunjukan Sendratasik
“Gandrung Ing Murio”
Dipertunjukkan pada Kegiatan GKS “Gebyar
Kreatifitas Seni” Jilid IV PGMI Tahun 2020
Oleh: PGMI-A/8
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
2020
Sendratasik “Gandrung ing Murio”
A.
Tim
1.
Tim Management Proyeksi
·
Penulis Naskah+Sutradara :
Halimatussa’diah
·
Wakil Sutradara : Retno Radianto
·
Bendahara : Farida Tri Handayani
2. Tim Artistik
·
Tata Kostum dan Rias : Sri Dewi
Utami, Umatul Markhumahh, Fatimatuz Zahro
·
Tata Panggung/Dekorasi : Syahrul
Gunawan, Tubagus Maemun Hibatullah, Retno Radianto.
3. Tim Artis (40 Mahasiswa
PGMI-A)
·
Karawitan
1) Ariska Fitriyani
2) Siti Kholifah
3) Diana Atika Tsary
4) Rahayu Nurul Hidayah
5) Sri Dewi Utami
6) Diana Nurul Amaliana
7) Latifatul Munawwaroh
8) Leyla Mazia Romadhona
9) Nur Hamidah
10) Umatul Markhumah
·
Sinden: Siti Fatimah
·
Narator: Muslikhatun Ni’mah
·
Tokoh
1) Raden Bagus Rinangku : Retno Radianto
2) Dewi Nawangsih : Indun Latifah
3) Sunan Muria : Tubagus Maemun
Hibatullah
·
Artis Tari Prau Layar
1) Mafaza Noor
2) Radia Larasati Syafrie
3) Farida Tri Handayani
4) Fatimatuz Zahro
5) Linda Novita Sari
6) Yulia Niswatul Karomah
7) Devi Trijayana
·
Artis Qiro’
1) Tubagus Maemun Hibatullah
(Guru Ngaji)
2) Linda Purwanti
3) Saily Rohmah
·
Artis Pencak Silat
1) Syahrul Gunawan (Guru
Silat)
2) Zulie Khoirun Nisya’
3) Halimatussa’diah
4) Alfiyatur Rahmaniyah
5) Nurul Aulia Viana
6) Retno Radianto
·
Artis Tari Gugur Gunung dan Masyarakat Sawah
1) Nila Sandra
Dewi
2) Noor Faizah
3) Izzatin Nisa’
4) Ulfatun Nasifah
5) Nailal Hidayati Fitriyana (Bopo)
6) Indah Rahayu Ningrum (Bopo)
·
Artis Tari Dolanan
1) Rizqia Nur Aristi
2) Heni Elvina Handayani
3) Novia Salafiyah
4) Rizayatul Ulfa
5) Feni Susilowati
B.
Unsur Cerita
1. Unsur Intrinsik
a.
Tema : Percintaan
b.
Judul : Gandrung Ing Murio
c.
Tokoh dan Penokohan
1)
Tokoh utama
·
Raden Rinangku :
Protagonis
·
Dewi Nawangsih :
Protagonis
2)
Tokoh Pembantu
·
Sunan Muria :
Protagonis
·
Parinem : Protagonis
·
Guru Ngaji : Protagonis
·
Minah :
Protagonis
·
Lilis :
Protagonis
·
Guru Silat : Protagonis
·
Jono :
Protagonis
·
Karto :
Protagonis
·
Tarno :
Protagonis
·
Bopo :
Protagonis
d.
Alur : Maju
e.
Latar : Di Padepokan, di Desa Masin
f.
Konflik :
Konflik terjadi saat Dewi Nawangsih menemui Raden Rinangku. Karena hasrat cinta
yang luar biasa, dua sejoli itu tak bisa untuk tak bermesraan, sehingga membuat
Raden Rinangku secara tak sengaja melalaikan tugas dari gurunya, Kanjeng Sunan
Muria untuk menjaga padi. Dan tak disangka, setelah itu, senjata tajam meluncur
entah darimana dan mengenai hingga menembus dada Raden Rinangku.
g.
Amanat :
Senatiasa menurut dan patuh terhadap perintah guru, jangan melalaikan perintah
guru.
2.
Unsur Ekstrinsik
a.
Latar Belakang Cerita : Merupakan cerita rakyat
b.
Nilai-nilai
1)
Nilai sejarah dan budaya :
Cerita ini mengandung nilai sejarah dan merupakan asal usul dari petilasan Dewi
Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku di daerah Masin, Kudus.
2)
Nilai sosial :
Dalam cerita yang akan dipertunjukkan ini mengandung nilai sosial yakni
bagaimana cara dan adab berbicara kepada teman sebaya, kepada guru, dan kepada
masyarakat setempat, yang berbeda.. Nilai sopan-santun sangat dijunjung tinggi
dalam cerita ini.
3) Nilai agama dan
pendidikan : Ilmu mengaji adalah salah
satu nilai agama yang dapat dipetik dalam cerita ini. Selain itu, cerita ini juga
menunjukkan nilai pendidikan bahwa seorang murid harus patuh pada perintah
gurunya.
C.
Bentuk Pertunjukan
Pertunjukan yang akan ditampilkan oleh kelas PGMI-A adalah Sendratasik
dengan latar belakang cerita rakyat. Cerita yang diambil adalah cerita Nawangsih puteri
dari Sunan Muria. Sendratasik yang
ditampilkan ini memuat 6 seni di
dalamnya, yakni: Seni karawitan, sinden (Macapat +Tembang), seni tari, seni pencak
silat, seni baca
al-Qur’an (Murottal + Qiro’ah) dan seni
drama, yang kesemuanya itu dikemas dalam satu performance sendratasik dengan berisi 6 Adegan.
Pertunjukan
sendratasik ini dibuka dengan Macapat. Macapat yang akan dibawakan adalah sinom. Setelah sinden selesai,
dilanjutkan narator yang membacakan prolog. Setelah prolog selesai, lagu prau
layar dimainkan, lalu penari masuk. Selepas pembukaan ini selesai, maka masuk
ke dalam cerita drama yang dibagi menjadi 6 adegan, yakni sebagai berikut:
1.
Adegan pertama
Adegan pertama
adalah adegan Dewi Nawangsih sedang bersenda gurau dengan teman-temannya.
Teman-teman Dewi Nawangsih adalah artis tari yang sebelumnya menari.
2.
Adegan kedua
Adegan kedua
ini adalah lanjutan dari adegan pertama. Dalam adegan kedua, Dewi Nawangsih dan
teman-temannya yang tadi bersenda gurau, menyadari bahwa hari semakin sore dan
sudah saatnya mengaji. Di sini, artis guru mengaji dan santri mengaji lainnya
masuk. Dan dimulailah akting mengaji,
dengan memasukkan unsur seni qiro’ah.
3. Adegan ketiga
Adegan ketiga adalah adegan di mana Raden Rinangku berlatih ilmu bela diri
pencak silat bersama guru dan santri lainnya. Suasana dalam setiap adegan
selalu diiringi dengan tabuhan gamelan.
4. Adegan keempat
Pada adegan ini, Raden Rinangku menghadap Kanjeng Sunan Muria dan diberi
amanat oleh Kanjeng Sunan Muria untuk pergi ke lereng gunung tepatnya ke desa
Masin guna menjaga padi dan membantu masyarakat sekitar kerena sudah musim
panen.
5. Adegan kelima
Sebelum adegan kelima dimulai, penari padi dan dolanan masuk, lalu menari
sehingga menciptakan suasana pedesaan. Setelah itu, lanjut masuk ke adegan
kelima yakni di mana Raden Rinangku sampai di daerah Masin dan berinteraksi
dengan masyarakat sekitar.
6. Adegan keenam
Adegan keenam adalah puncak dari cerita. Di mana, Dewi Nawangsih menyusul
ke desa Masin, dan terjadilah pertemuan buah dari kerinduan yang teramat dalam.
Dewi Nawangsih dan Raden Rinangku terhanyut asmara dengan tarian, hingga tanpa
sengaja membuatnya lalai terhadap tugas yang diberikan Sunan Muria. Setelah itu,
tiba-tiba kejadian tak terduga terjadi. Sebuah senjata tajam, meluncur ke arah
Raden Rinangku dan menembus dada Raden Rinangku. Raden Rinangku wafat. Dewi
Nawangsih yang mengetahui hal itu kaget dan begitu terpukul. Dewi Nawangsih
berlari ke arah Raden Rinangku dan menangis sejadi-jadinya. Sabelo pati.
Pertunjukan diakhiri dengan tabuhan gamelan dan puisi Jawa.
Gandrung Ing Murio
Sinopsis : Sendratasik berjudul Gandrung Ing Muria yang akan dibawakan kelas PGMI-A ini merupakan
bentuk persembahan berdasarkan kisah Dewi Nawangsing Puteri Sunan Gunung Muria
(Latar: Makam Masin). Kisah yang diangkat adalah kisah cinta Dewi Nawangsih
dengan Raden Bagus Rinangku yang mana merupakan santri dari Sunan Gunung Muria.
Selain nuansa asmara, kisah ini berisi tentang bagaimana ketawadhu’ an santri
terhadap gurunya. Kisah yang penuh dengan nuansa Islam.
Diceritakan, Raden
Rinangku adalah santri Sunan Gunung Muria yang rupawan, pintar, dan hebat.
Sedangkan Dewi Nawangsih ialah puteri Sunan Gunung Muria yang cantik jelita.
Raden Rinangku dan Dewi Nawangsih ini saling menyukai. Namun, rasa suka
keduanya secara tidak sengaja membawa keduanya kepada kelalaian. Di sinilah,
tepatnya di daerah Masin, satu kejadian membuat semuanya selesai. Ketika sebilah
senjata tajam melesat entah dari mana, dan menembus dada Raden Bagus Rinangku.
*****
NASKAH
Macapat Sinom : Jinejer ning weda tama
Mrih
tan kemba kembanganing pambudi
Mangka
nadyan tua pikun
Yen
tan mikani rasa
Yekti
sepi asepo lir sepah samun
Samangsane
pakumpulan
Gonyak
ganyuk nglelingsem
Narrator : Kasebat carita, makam ngadeg ingkang kokoh,
lebat, lan rindang kalian wit-wit jati. Simpang siur aluripun ngelingkup sak antawis punden-punden ingkang dipun ziarahi. Turut matur sareng angin,
kaliyan ron-ronan jati, banjur mandap wonten talinganmu.
Carita niki hanggadahi lelakon Dewi Nawangsih lan Raden Bagus Rinangku.
Mangertosi, Dewi Nawangsih kui puterinipun Kanjeng Sunan Muria, dene Raden
Bagus Rinangku kui santrinipun Kanjeng Sunan Muria. Dewi Nawangsih lan Raden
Bagus Rinangku tumibo sami gandurung sak antawis wonten kalihipun. Gandrung Ing
Muria.
Tembang Prau Layar
(Pemain masuk bagian tari dan qiro’.
Setelah tari prau layar selesai, Nawangsih dan qiro’ masuk bersamaan)
Adegan 1:
Nawangsih : “Assalamualaikum ....”
Pemain Tari : “Waalaikumsalam ....”
Nawangsih : “Sajak e podo seneng. Podo rukun, nyawange kepenak.”
Parinem : “Iyo, Sih ... podo bebungah iki.”
Nawangsih : “Iki mou
podo nari opo to, Nem?”
Parinem : “Iki
mou nari prau layar, Sih.”
Nawangsih : “Oalah
... apik temen narine.”
Semua Pemain : (Saling
bercengkrama dan ada yang berlalu lalang)
Parinem : “Oh, yo! Ayo co, do
siap-siap podo ngaji, wayahe wis sore.”
Semua Pemain : “Iyo, Nem
...” (Pemain saling merapatkan barisan)
Narator : Padepokanipun Kanjeng Sunan Murio mboten nate
sepi dening kegiatan. Mangsa sonten, poro santri sampun siap angsal piwulang
saking guru ngajinipun.
Adegan 2:
Guru Ngaji : “Assalamualaikum
warahmatullahiwabarakatuh ....”
Santri :
“Waalaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh ....”
Guru Ngaji : “Hasumonggo kito sareng-sareng
miwiti pengaosan niki kalih waosan surah al-Fatihah.”
Guru Ngaji+Santri : (Guru ngaji
dan santri mengaji bareng-bareng)
Guru Ngaji : “Alhamdulillah, waosan surah
niki wou sampun diwaos kanthi sampurna lan ikhlas. Sakniki, cubi Mbak Minah
kalih Mbak Lilis maosaken salah setunggalipun surah utawi ayat wonten ing kitab
al-Qur’an. Diwaos kanthi tartil, njih….”
Minah lan Lilis : “Njih, Kyai, ngastoaken dawuh.”
(Minah dan Lilis maju menghadap gurunya, lalu mengaji)
Guru Ngaji : “Maos ipun sampun lancar lan
tartil.” (Guru ngaji menyuruh Minah dan Lilis kembali ke tempatnya dengan
isyarat tangan)
Guru Ngaji : “Alhamdulillah, pengaosan
dinten menika sampun paripurna. Sumonggo kito pungkasi pengaosan niki, kalih
waosan hamdalah.”
Semua Pemain :
“Alhamdulillahirobbil’alamin ....” (Semua satri salaman dengan gurunya dan
keluar panggung)
Adegan 3:
Narator : Anggenipun ngaos, mboten sawijining perkara
ingkang dipun sinauni wonten padepokanipun Kanjeng Sunan Murio. Tasih wonten olah
kanuragan, minangka sami ugi penting. Lan wonten mriki, salah setunggalipun
santri ingkang asma Raden Bagus Rinangku hanggadahi kahebatan ingkang sampun kaluwih.
Pemain Pencak : (Saling bercengkrama)
Jono : (Sedang asik
bermain sendiri sembari duduk)
Rinangku : “Jono, Jon!” (Melambaikan
tangan dan menuju ke arah Jono)
Jono : (Menoleh) “Nun!
Pye, Rinangku?” (Beranjak berdiri)
Rinangku : “Awakmu kih dolanan wae,
Jon. Wis apal gerakan silat wingi durung?”
Jono : “Yo wis no ....”
(Sombong sedikit)
Rinangku : “Oh, yo wis. Aku iki
khawatir karo awakmu mergo wingi awakmu ora mlebu latian.
Santri Lain : (Berlalu lalang dan ada yang
pemanasan silat)
(Guru silat Masuk)
Guru Silat : “Assalamualaikum
warahmatullahiwabarakatuh.”
Santri : (Murid silat
langsung berbaris dan siap) “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Guru Silat : “Sakderengipun latian
pencak silat dipun milahi, sumonggo sareng-sareng nyenyuwunaken marang Gusti
Allah, mugi-mugi Gusti Allah paring kelancaran lan paring sehat.”
Santri : “Aamiin ....”
(Posisi berdoa)
Guru Silat : “Ayo! Sakdurunge miwiti
oleh kanuragan, podo mlayu ndisik!”
Santri : “Ngestoake dawuh
guru!” (Lari-lari kecil, setelah itu kembali berbaris menghadap guru silat)
Guru Silat : “Gerakan kuda-kuda!”
Santri : (Memperagakan
kegiatan kuda-kuda) “Ha!!”
Guru Silat : “Gerakan kuda-kuda dan
tinju!”
Santri : (Memperagakan
gerakan kuda-kuda dan tinju) “Ha!!”
Guru Silat : “Jurus satu!”
Santri : (Memperagakan
jurus) “Ha!!
Guru Silat : “Saiki cubi, adek Jono
kalih adek Karto peragaake kanthi gamblang oleh kanuragan.”
Jono lan Karto : “Ngapuntene guru, kulo kalih
Karto dereng wanton meragaake olah kanuragan.” (Posisi minta maaf)
Guru Silat : “O, ya wis. Nek ngono,
Rinangku kalih Tarno Majuo ono ngarep lan meragaake olah kanuragan.” (Menunjuk
Rinangku lan Tarno)
Rinangku lan Tarno : “Ngastoake dawuh guru ....” (Maju ke
depan)
Santri Silat Lain : (Duduk menyaksikan)
Rinangku lan Tarno : (Memperagakan duel silat)
Guru Silat : “Cukup! Bagus!”
Rinangku lan Tarno : (Memberi hormat kepada guru)
Guru Silat : “Rinangku, olah
kanuraganmu soyo suwe soyo sampurna.”
Rinangku : “Sembah matur suwun,
Guru. Kulo tasih kirang lan tasih bodo. Tasih ngangsu kaweruh dumateng
panjenengan.” (Merendahkan diri)
Guru Silat : “Rinangku, cubi lawan
aku!”
Rinangku : “Ngastoake dawuh guru.”
Tarno : (Kembali duduk)
Guru lan Rinangku : (Adu kanuragan)
Guru Silat : “Cukup Rinangku! Ilmu
kanuraganmu wis mumpuni.”
Rinangku : “Pangestunipun, Guru.”
(Memberi hormat dan menunduk)
Guru Silat : (Menepuk-nepuk pundak
Rinangku)
Narator : Ingkang
naminipun gandrung niku mboten saget dipunbendung. Wonten tengah-tengahipun
latian olah kanuragan, Dewi Nawangsih liwat, sak antawis ningali kekasihipun
latian, yaiku Raden Bagus Rinangku.
(Di sela-sela latihan, Nawangsih lewat dan memandang Rinangku. Mereka
saling memandang. Saling tersenyum, tersipu, dan melihat malu-malu.)
Dayang : “Nyai, ingkang
naminipun Rinangku niku ingkang pundi?”
Nawangsih : “Niku lo, Kangmas
Rinangku....” (Menunjuk Rinangku yang sedang latihan silat)
Dayang : “Oalah
... gantheng, yo ....”
Nawangsih : “Yo, iyo
no ....”
(Nawangsih dan
dayang lewat, santri masuk)
Santri : “Assalamualaim
warahmatullahiwabarakatuh.”
Semua : “Waalaikumsalam
warahmatullahiwabarakatuh.”
Santri : “Ngapuntene, Kyai,
nyuwun sewu ... niki kulo ajeng matur, Rinangku dipun timbali kaliyan Kanjeng
Sunan.”
Guru Silat : “Oh, yo ... Rinangku!”
Rinangku : “Dalem, Kyai ....”
Guru Silat : “Awakmu ditimbali Kanjeng
Sunan, ana ing pendopo sasono.”
Rinangku : “Oh, njih. Ngastoake
dawuh, Kyai. Kulo nyuwun pamit rumiyin, Kyai.” (Salim dengan Kyai lalu ke luar
panggung dengan santri yang memberitahu tadi)
Guru Silat : “Yo-yo, kono
….”
Guru Silat : “Olah kanuragan cukup
semene ae. Podo ngaso o ndisek.”
Santri : “Ngastoake dawuh, Guru
....” (Istirahat dan ke luar panggung)
Adegan 4:
(Rinangku mengetuk pintu dan memberi salam kepada Sunan Muria. Sunan Muria
sudah di tempat dalam posisi bersila dan bertasbih)
Rinangku :
“Assalamu’alaikum, Kanjeng Sunan ....”
Sunan Muria :
“Waalaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh.”
Rinangku : (Berjalan
merangkak menuju Sunan Muria dan salaman)
Sunan Muria : “Rinangku, Ger ... awakmu tak
timbali ono kene amarga ono gawene.” (Sambil duduk dan bertasbih)
Rinangku : “Injih, Njeng Sunan,
dawuh punopo kulo ngantos ditimbali wonten ngarsonipun panjenengan, Njeng
Sunan?”
Sunan Muria : “Kae Ger, Anakku Rinangku ...
ono sawah ono ereng-ereng Gunung ing tlatah Masin. Sawah kae jogo ono, ewangono
masyarakate Masin, lan iki mangsa panen. Ewangono lan jogo o.”
Rinangku : “Injih, Njeng Sunan,
dawuh lan amanah saking Njeng Sunan kulo ugemi kanthi ikhlas lan legowo.”
Rinangku : “Njeng Sunan, kulo nyuwun
pamit lan nyuwun pangestunipun panjenengan, ugi dados ageman kulo, mboten rubedo
kang podo moro, lan sambek kolo podo sumingkir o.”
Sunan Muria : “Pangestuku banyu mili, Ger.
Andum pandongaku hangiringi lakumu, Ger Rinangku.”
Rinangku : “Assalamualaikum
warahmatullahiwabarakatuh.”
Sunan Muria :“Waalaikumsalam
warahmatullahiwabarakatuh.” (Salaman dan ke luar panggung)
(Sunan Muria ke luar panggung setelah Rinangku, dan persiapan suasana desa)
Adegan 5:
Narator : Sak sampunipun pinaringan dawuh saking Kanjeng Sunan Muria, Raden Bagus
Rinangku bidal wonten tlatah Masin, kaperlu nindaaken tugasipun.
Rinangku : “Sugeng enjing, Bopo. Assalamu’alaikum.”
Bopo : “Wa’alaikumsalam,
Kisanak.”
Rinangku : “Nopo leres mriki dusun
Masin, Bopo?”
Bopo : “Leres, Ger Cah
Bagus ... Cah Bagus iki saka ngendi asale, kok iso ono ing desa Masin kene?”
Rinangku : “Tepangaken, kulo
Rinangku, kulo diutus Kanjeng Sunan Murio wonten mriki.”
Bopo : “Oalah, sampeyan
iki muride Kanjeng Sunan, too.” (Sambil menepuk pundak Rinangku)
Rinangku : “Meniko injih, Bopo ....”
Bopo : “Cah Bagus, aku tak
nutukke anggonku macul maneh. Tak garap sawah.”
Rinangku : “Hangsumonggo, Bopo,
ndereaken ....” (Rinangku menuju gubuk lalu duduk menjaga padi)
Adegan 6:
Rinangku : “Nyai ....” (Sambil
malu-malu tersipu)
Nawangsih : “Kang Mas ....” (Sambil
malu-malu tersipu)
Rinangku : “Nyai,”
(Rinangku dan Nawangsih terhanyut asmara, bermesraan dan menari bersama.)
Narator : Rikala wit-wit
jati tasih dados saksi. Katresnan iki, tinuju wonten sabelo pati.
(Di saat Nawangsoh melihat hamparan
padi, tiba-tiba Rinangku terkena senjata tajam yang menembus hingga ke dadanya)
Nawangsih : (Menoleh kaget) “Kang Mas!!”
(Berteriak dan berlari menuju Rinangku, menangis sejadi-jadinya dan ikut
menusuk dadanya dengan senjata yang menacap pada dada Rinangku)
Penduduk : (Kaget, mengerumuni jasad
Nawangsih dan Rinangku tanpa bisa berkata apa-apa)
Sunan Muria : (Masuk dan terkejut)
“Nawangsih, puteriku ....”
Narator : Tresno sejatining tresno
Tresno iku mou biso karebut
Tresno manunggaling kawulo Gusti
Tresno mareng tresno
Tresno tanpo wates
Tresno ora mandang umur lan karo
sopo
Tresno sejatine marang sapodo-podo


Jangan berkomentar kasar, ya