Kamis, 27 Februari 2020

Bentuk Pertunjukan Sendratasik
“Gandrung Ing Murio”
Dipertunjukkan pada Kegiatan GKS  “Gebyar Kreatifitas Seni” Jilid IV PGMI Tahun 2020






Oleh: PGMI-A/8



 

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
2020
Sendratasik “Gandrung ing Murio”
A.    Tim  
1.      Tim Management Proyeksi
·         Penulis Naskah+Sutradara            : Halimatussa’diah
·         Wakil Sutradara                            : Retno Radianto
·         Bendahara                                     : Farida Tri Handayani           
2.      Tim Artistik
·         Tata Kostum dan Rias      : Sri Dewi Utami, Umatul Markhumahh, Fatimatuz Zahro
·         Tata Panggung/Dekorasi   : Syahrul Gunawan, Tubagus Maemun Hibatullah, Retno Radianto.
3.      Tim Artis (40 Mahasiswa PGMI-A)
·         Karawitan
1)      Ariska Fitriyani
2)      Siti Kholifah
3)      Diana Atika Tsary
4)      Rahayu Nurul Hidayah
5)      Sri Dewi Utami
6)      Diana Nurul Amaliana
7)      Latifatul Munawwaroh
8)      Leyla Mazia Romadhona
9)      Nur Hamidah
10)  Umatul Markhumah
·         Sinden: Siti Fatimah
·         Narator: Muslikhatun Ni’mah
·         Tokoh
1)      Raden Bagus Rinangku          : Retno Radianto
2)      Dewi Nawangsih                    : Indun Latifah
3)      Sunan Muria                            : Tubagus Maemun Hibatullah
·         Artis Tari Prau Layar
1)      Mafaza Noor
2)      Radia Larasati Syafrie
3)      Farida Tri Handayani
4)      Fatimatuz Zahro
5)      Linda Novita Sari
6)      Yulia Niswatul Karomah
7)      Devi Trijayana
·         Artis Qiro’
1)      Tubagus Maemun Hibatullah (Guru Ngaji)
2)      Linda Purwanti
3)      Saily Rohmah
·         Artis Pencak Silat
1)      Syahrul Gunawan (Guru Silat)
2)      Zulie Khoirun Nisya’
3)      Halimatussa’diah
4)      Alfiyatur Rahmaniyah
5)      Nurul Aulia Viana
6)      Retno Radianto
·         Artis Tari Gugur Gunung dan Masyarakat Sawah
1)      Nila Sandra Dewi
2)      Noor Faizah
3)      Izzatin Nisa’
4)      Ulfatun Nasifah
5)      Nailal Hidayati Fitriyana (Bopo)
6)      Indah Rahayu Ningrum (Bopo)
·         Artis Tari Dolanan
1)      Rizqia Nur Aristi
2)      Heni Elvina Handayani
3)      Novia Salafiyah
4)      Rizayatul Ulfa
5)      Feni Susilowati
B.     Unsur Cerita
1.      Unsur Intrinsik
a.       Tema                                 : Percintaan
b.      Judul                                 : Gandrung Ing Murio
c.       Tokoh dan Penokohan     
1)      Tokoh utama
·         Raden Rinangku   : Protagonis
·         Dewi Nawangsih  : Protagonis
2)      Tokoh Pembantu
·         Sunan Muria          : Protagonis
·         Parinem                 : Protagonis
·         Guru Ngaji            : Protagonis
·         Minah                    : Protagonis
·         Lilis                       : Protagonis
·         Guru Silat              : Protagonis
·         Jono                       : Protagonis
·         Karto                     : Protagonis    
·         Tarno                     : Protagonis
·         Bopo                     : Protagonis
d.      Alur                                   : Maju
e.       Latar                                  : Di Padepokan, di Desa Masin
f.       Konflik                              : Konflik terjadi saat Dewi Nawangsih menemui Raden Rinangku. Karena hasrat cinta yang luar biasa, dua sejoli itu tak bisa untuk tak bermesraan, sehingga membuat Raden Rinangku secara tak sengaja melalaikan tugas dari gurunya, Kanjeng Sunan Muria untuk menjaga padi. Dan tak disangka, setelah itu, senjata tajam meluncur entah darimana dan mengenai hingga menembus dada Raden Rinangku.
g.      Amanat                             : Senatiasa menurut dan patuh terhadap perintah guru, jangan melalaikan perintah guru.
2.      Unsur Ekstrinsik
a.       Latar Belakang Cerita                   : Merupakan cerita rakyat
b.      Nilai-nilai
1)      Nilai sejarah dan budaya         : Cerita ini mengandung nilai sejarah dan merupakan asal usul dari petilasan Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku di daerah Masin, Kudus.
2)      Nilai sosial                               : Dalam cerita yang akan dipertunjukkan ini mengandung nilai sosial yakni bagaimana cara dan adab berbicara kepada teman sebaya, kepada guru, dan kepada masyarakat setempat, yang berbeda.. Nilai sopan-santun sangat dijunjung tinggi dalam cerita ini.
3)      Nilai agama dan pendidikan   : Ilmu mengaji adalah salah satu nilai agama yang dapat dipetik dalam cerita ini. Selain itu, cerita ini juga menunjukkan nilai pendidikan bahwa seorang murid harus patuh pada perintah gurunya.



C.    Bentuk Pertunjukan
Pertunjukan yang akan ditampilkan oleh kelas PGMI-A adalah Sendratasik dengan latar belakang cerita rakyat. Cerita yang diambil adalah cerita Nawangsih puteri dari Sunan Muria. Sendratasik yang ditampilkan ini memuat 6 seni di dalamnya, yakni: Seni karawitan, sinden (Macapat +Tembang), seni tari, seni pencak silat, seni baca al-Qur’an (Murottal + Qiro’ah) dan seni drama, yang kesemuanya itu dikemas dalam satu performance sendratasik dengan berisi 6 Adegan.
Pertunjukan sendratasik ini dibuka dengan Macapat. Macapat yang akan dibawakan adalah sinom. Setelah sinden selesai, dilanjutkan narator yang membacakan prolog. Setelah prolog selesai, lagu prau layar dimainkan, lalu penari masuk. Selepas pembukaan ini selesai, maka masuk ke dalam cerita drama yang dibagi menjadi 6 adegan, yakni sebagai berikut:
1.      Adegan pertama
Adegan pertama adalah adegan Dewi Nawangsih sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Teman-teman Dewi Nawangsih adalah artis tari yang sebelumnya menari.
2.      Adegan kedua
Adegan kedua ini adalah lanjutan dari adegan pertama. Dalam adegan kedua, Dewi Nawangsih dan teman-temannya yang tadi bersenda gurau, menyadari bahwa hari semakin sore dan sudah saatnya mengaji. Di sini, artis guru mengaji dan santri mengaji lainnya masuk. Dan dimulailah akting mengaji, dengan memasukkan unsur seni qiro’ah.
3.      Adegan ketiga
Adegan ketiga adalah adegan di mana Raden Rinangku berlatih ilmu bela diri pencak silat bersama guru dan santri lainnya. Suasana dalam setiap adegan selalu diiringi dengan tabuhan gamelan.
4.      Adegan keempat
Pada adegan ini, Raden Rinangku menghadap Kanjeng Sunan Muria dan diberi amanat oleh Kanjeng Sunan Muria untuk pergi ke lereng gunung tepatnya ke desa Masin guna menjaga padi dan membantu masyarakat sekitar kerena sudah musim panen.
5.      Adegan kelima
Sebelum adegan kelima dimulai, penari padi dan dolanan masuk, lalu menari sehingga menciptakan suasana pedesaan. Setelah itu, lanjut masuk ke adegan kelima yakni di mana Raden Rinangku sampai di daerah Masin dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
6.      Adegan keenam
Adegan keenam adalah puncak dari cerita. Di mana, Dewi Nawangsih menyusul ke desa Masin, dan terjadilah pertemuan buah dari kerinduan yang teramat dalam. Dewi Nawangsih dan Raden Rinangku terhanyut asmara dengan tarian, hingga tanpa sengaja membuatnya lalai terhadap tugas yang diberikan Sunan Muria. Setelah itu, tiba-tiba kejadian tak terduga terjadi. Sebuah senjata tajam, meluncur ke arah Raden Rinangku dan menembus dada Raden Rinangku. Raden Rinangku wafat. Dewi Nawangsih yang mengetahui hal itu kaget dan begitu terpukul. Dewi Nawangsih berlari ke arah Raden Rinangku dan menangis sejadi-jadinya. Sabelo pati.
Pertunjukan diakhiri dengan tabuhan gamelan dan puisi Jawa.
Gandrung Ing Murio
Sinopsis           : Sendratasik berjudul Gandrung Ing Muria yang akan dibawakan kelas PGMI-A ini merupakan bentuk persembahan berdasarkan kisah Dewi Nawangsing Puteri Sunan Gunung Muria (Latar: Makam Masin). Kisah yang diangkat adalah kisah cinta Dewi Nawangsih dengan Raden Bagus Rinangku yang mana merupakan santri dari Sunan Gunung Muria. Selain nuansa asmara, kisah ini berisi tentang bagaimana ketawadhu’ an santri terhadap gurunya. Kisah yang penuh dengan nuansa Islam.
Diceritakan, Raden Rinangku adalah santri Sunan Gunung Muria yang rupawan, pintar, dan hebat. Sedangkan Dewi Nawangsih ialah puteri Sunan Gunung Muria yang cantik jelita. Raden Rinangku dan Dewi Nawangsih ini saling menyukai. Namun, rasa suka keduanya secara tidak sengaja membawa keduanya kepada kelalaian. Di sinilah, tepatnya di daerah Masin, satu kejadian membuat semuanya selesai. Ketika sebilah senjata tajam melesat entah dari mana, dan menembus dada Raden Bagus Rinangku.
*****



NASKAH

Macapat Sinom         : Jinejer ning weda tama
  Mrih tan kemba kembanganing pambudi
  Mangka nadyan tua pikun
  Yen tan mikani rasa
  Yekti sepi asepo lir sepah samun
  Samangsane pakumpulan
  Gonyak ganyuk nglelingsem
Narrator                     : Kasebat carita, makam ngadeg ingkang kokoh, lebat, lan rindang kalian wit-wit jati. Simpang siur aluripun ngelingkup sak antawis punden-punden ingkang dipun ziarahi. Turut matur sareng angin, kaliyan ron-ronan jati, banjur mandap wonten talinganmu.
                                    Carita niki hanggadahi lelakon Dewi Nawangsih lan Raden Bagus Rinangku. Mangertosi, Dewi Nawangsih kui puterinipun Kanjeng Sunan Muria, dene Raden Bagus Rinangku kui santrinipun Kanjeng Sunan Muria. Dewi Nawangsih lan Raden Bagus Rinangku tumibo sami gandurung sak antawis wonten kalihipun. Gandrung Ing Muria.
Tembang Prau Layar
 (Pemain masuk bagian tari dan qiro’. Setelah tari prau layar selesai, Nawangsih dan qiro’ masuk bersamaan)
Adegan 1:
Nawangsih                  : “Assalamualaikum ....”
Pemain Tari                 : “Waalaikumsalam ....”
Nawangsih                  : “Sajak e podo seneng. Podo rukun, nyawange kepenak.”
Parinem                       : “Iyo, Sih ... podo bebungah iki.”
Nawangsih                  : “Iki mou podo nari opo to, Nem?”
Parinem                       : “Iki mou nari prau layar, Sih.”
Nawangsih                  : “Oalah ... apik temen narine.”
Semua Pemain             : (Saling bercengkrama dan ada yang berlalu lalang)
Parinem                       : “Oh, yo! Ayo co, do siap-siap podo ngaji, wayahe wis sore.”
Semua Pemain             : “Iyo, Nem ...” (Pemain saling merapatkan barisan)
Narator                      : Padepokanipun Kanjeng Sunan Murio mboten nate sepi dening kegiatan. Mangsa sonten, poro santri sampun siap angsal piwulang saking guru ngajinipun.
(Tidak lama kemudian, guru ngaji masuk. Santri sudah siap dan duduk berbaris)
Adegan 2:
Guru Ngaji                  : “Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh ....”
Santri                           : “Waalaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh ....”
Guru Ngaji                  : “Hasumonggo kito sareng-sareng miwiti pengaosan niki kalih waosan surah al-Fatihah.”
Guru Ngaji+Santri      : (Guru ngaji dan santri mengaji bareng-bareng)
Guru Ngaji                  : “Alhamdulillah, waosan surah niki wou sampun diwaos kanthi sampurna lan ikhlas. Sakniki, cubi Mbak Minah kalih Mbak Lilis maosaken salah setunggalipun surah utawi ayat wonten ing kitab al-Qur’an. Diwaos kanthi tartil, njih….
Minah lan Lilis            : “Njih, Kyai, ngastoaken dawuh.” (Minah dan Lilis maju menghadap gurunya, lalu mengaji)
Guru Ngaji                  : “Maos ipun sampun lancar lan tartil.” (Guru ngaji menyuruh Minah dan Lilis kembali ke tempatnya dengan isyarat tangan)
Guru Ngaji                  : “Alhamdulillah, pengaosan dinten menika sampun paripurna. Sumonggo kito pungkasi pengaosan niki, kalih waosan hamdalah.”
Semua Pemain             : “Alhamdulillahirobbil’alamin ....” (Semua satri salaman dengan gurunya dan keluar panggung)
 (Pencak silat masuk)
Adegan 3:
Narator                      : Anggenipun ngaos, mboten sawijining perkara ingkang dipun sinauni wonten padepokanipun Kanjeng Sunan Murio. Tasih wonten olah kanuragan, minangka sami ugi penting. Lan wonten mriki, salah setunggalipun santri ingkang asma Raden Bagus Rinangku hanggadahi kahebatan ingkang sampun kaluwih.
Pemain Pencak            : (Saling bercengkrama)
Jono                             : (Sedang asik bermain sendiri sembari duduk)
Rinangku                     : “Jono, Jon!” (Melambaikan tangan dan menuju ke arah Jono)
Jono                             : (Menoleh) “Nun! Pye, Rinangku?” (Beranjak berdiri)
Rinangku                     : “Awakmu kih dolanan wae, Jon. Wis apal gerakan silat wingi durung?”
Jono                             : “Yo wis no ....” (Sombong sedikit)
Rinangku                     : “Oh, yo wis. Aku iki khawatir karo awakmu mergo wingi awakmu ora mlebu latian.
Santri Lain                  : (Berlalu lalang dan ada yang pemanasan silat)
(Guru silat Masuk)
Guru Silat                    : “Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh.”
Santri                           : (Murid silat langsung berbaris dan siap) “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Guru Silat                    : “Sakderengipun latian pencak silat dipun milahi, sumonggo sareng-sareng nyenyuwunaken marang Gusti Allah, mugi-mugi Gusti Allah paring kelancaran lan paring sehat.”
Santri                           : “Aamiin ....” (Posisi berdoa)
Guru Silat                    : “Ayo! Sakdurunge miwiti oleh kanuragan, podo mlayu ndisik!”
Santri                           : “Ngestoake dawuh guru!” (Lari-lari kecil, setelah itu kembali berbaris menghadap guru silat)
Guru Silat                    : “Gerakan kuda-kuda!”
Santri                           : (Memperagakan kegiatan kuda-kuda) “Ha!!”
Guru Silat                    : “Gerakan kuda-kuda dan tinju!”
Santri                           : (Memperagakan gerakan kuda-kuda dan tinju) “Ha!!”
Guru Silat                    : “Jurus satu!”
Santri                           : (Memperagakan jurus) “Ha!!
Guru Silat                    : “Saiki cubi, adek Jono kalih adek Karto peragaake kanthi gamblang oleh kanuragan.”
Jono lan Karto             : “Ngapuntene guru, kulo kalih Karto dereng wanton meragaake olah kanuragan.” (Posisi minta maaf)
Guru Silat                    : “O, ya wis. Nek ngono, Rinangku kalih Tarno Majuo ono ngarep lan meragaake olah kanuragan.” (Menunjuk Rinangku lan Tarno)
Rinangku lan Tarno     : “Ngastoake dawuh guru ....” (Maju ke depan)
Santri Silat Lain          : (Duduk menyaksikan)
Rinangku lan Tarno     : (Memperagakan duel silat)
Guru Silat                    : “Cukup! Bagus!”
Rinangku lan Tarno     : (Memberi hormat kepada guru)
Guru Silat                    : “Rinangku, olah kanuraganmu soyo suwe soyo sampurna.”
Rinangku                     : “Sembah matur suwun, Guru. Kulo tasih kirang lan tasih bodo. Tasih ngangsu kaweruh dumateng panjenengan.” (Merendahkan diri)
Guru Silat                    : “Rinangku, cubi lawan aku!”
Rinangku                     : “Ngastoake dawuh guru.”
Tarno                           : (Kembali duduk)
Guru lan Rinangku      : (Adu kanuragan)
Guru Silat                    : “Cukup Rinangku! Ilmu kanuraganmu wis mumpuni.”
Rinangku                     : “Pangestunipun, Guru.” (Memberi hormat dan menunduk)
Guru Silat                    : (Menepuk-nepuk pundak Rinangku)
Narator                      : Ingkang naminipun gandrung niku mboten saget dipunbendung. Wonten tengah-tengahipun latian olah kanuragan, Dewi Nawangsih liwat, sak antawis ningali kekasihipun latian, yaiku Raden Bagus Rinangku.
(Di sela-sela latihan, Nawangsih lewat dan memandang Rinangku. Mereka saling memandang. Saling tersenyum, tersipu, dan melihat malu-malu.)
Dayang                        : “Nyai, ingkang naminipun Rinangku niku ingkang pundi?”
Nawangsih                  : “Niku lo, Kangmas Rinangku....” (Menunjuk Rinangku yang sedang latihan silat)
Dayang                        : “Oalah ... gantheng, yo ....”
Nawangsih                  : “Yo, iyo no ....”
(Nawangsih dan dayang lewat, santri masuk)
Santri                           : “Assalamualaim warahmatullahiwabarakatuh.”
Semua                         : “Waalaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh.”
Santri                           : “Ngapuntene, Kyai, nyuwun sewu ... niki kulo ajeng matur, Rinangku dipun timbali kaliyan Kanjeng Sunan.”
Guru Silat                    : “Oh, yo ... Rinangku!”
Rinangku                     : “Dalem, Kyai ....”
Guru Silat                    : “Awakmu ditimbali Kanjeng Sunan, ana ing pendopo sasono.”
Rinangku                     : “Oh, njih. Ngastoake dawuh, Kyai. Kulo nyuwun pamit rumiyin, Kyai.” (Salim dengan Kyai lalu ke luar panggung dengan santri yang memberitahu tadi)
Guru Silat                    : “Yo-yo, kono ….”
Guru Silat                    : “Olah kanuragan cukup semene ae. Podo ngaso o ndisek.”
Santri                           : “Ngastoake dawuh, Guru ....” (Istirahat dan ke luar panggung)
Narator                      : Raden Bagus Rinangku banjur madep wonten ngarsanipun Kanjeng Sunan Murio. Wonten pendopo sasono, Kanjeng Sunan dawuh amanah kang kedah dipun laksanaake dening Raden Bagus Rinangku kanthi ikhlas lan tanggung jawab.
Adegan 4:
(Rinangku mengetuk pintu dan memberi salam kepada Sunan Muria. Sunan Muria sudah di tempat dalam posisi bersila dan bertasbih)
Rinangku                     : “Assalamu’alaikum, Kanjeng Sunan ....”
Sunan Muria                : “Waalaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh.”
Rinangku                     : (Berjalan merangkak menuju Sunan Muria dan salaman)
Sunan Muria                : “Rinangku, Ger ... awakmu tak timbali ono kene amarga ono gawene.” (Sambil duduk dan bertasbih)
Rinangku                     : “Injih, Njeng Sunan, dawuh punopo kulo ngantos ditimbali wonten ngarsonipun panjenengan, Njeng Sunan?”
Sunan Muria                : “Kae Ger, Anakku Rinangku ... ono sawah ono ereng-ereng Gunung ing tlatah Masin. Sawah kae jogo ono, ewangono masyarakate Masin, lan iki mangsa panen. Ewangono lan jogo o.”
Rinangku                     : “Injih, Njeng Sunan, dawuh lan amanah saking Njeng Sunan kulo ugemi kanthi ikhlas lan legowo.”
Rinangku                     : “Njeng Sunan, kulo nyuwun pamit lan nyuwun pangestunipun panjenengan, ugi dados ageman kulo, mboten rubedo kang podo moro, lan sambek kolo podo sumingkir o.”
Sunan Muria                : “Pangestuku banyu mili, Ger. Andum pandongaku hangiringi lakumu, Ger Rinangku.”
Rinangku                     : “Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh.”
Sunan Muria                :“Waalaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh.” (Salaman dan ke luar panggung)
(Sunan Muria ke luar panggung setelah Rinangku, dan persiapan suasana desa)
 (Tari Gugur Gunung dan Tari Dolanan)
Adegan 5:
Narator                      : Sak sampunipun pinaringan dawuh saking Kanjeng Sunan Muria, Raden Bagus Rinangku bidal wonten tlatah Masin, kaperlu nindaaken tugasipun.
Rinangku                     : “Sugeng enjing, Bopo. Assalamu’alaikum.”
Bopo                           : “Wa’alaikumsalam, Kisanak.”
Rinangku                     : “Nopo leres mriki dusun Masin, Bopo?”
Bopo                           : “Leres, Ger Cah Bagus ... Cah Bagus iki saka ngendi asale, kok iso ono ing desa Masin kene?”
Rinangku                     : “Tepangaken, kulo Rinangku, kulo diutus Kanjeng Sunan Murio wonten mriki.”
Bopo                           : “Oalah, sampeyan iki muride Kanjeng Sunan, too.” (Sambil menepuk pundak Rinangku)
Rinangku                     : “Meniko injih, Bopo ....”
Bopo                           : “Cah Bagus, aku tak nutukke anggonku macul maneh. Tak garap sawah.”
Rinangku                     : “Hangsumonggo, Bopo, ndereaken ....” (Rinangku menuju gubuk lalu duduk menjaga padi)
Narator                      : Mangertosi kekasihipun diutus wonten tlatah Masin, Dewi Nawangsih banjur nderek nusul amergi rindu ingkang mboten saget kapendem malih.
Adegan 6:
Rinangku                     : “Nyai ....” (Sambil malu-malu tersipu)
Nawangsih                  : “Kang Mas ....” (Sambil malu-malu tersipu)
Rinangku                     : “Nyai,”
(Rinangku dan Nawangsih terhanyut asmara, bermesraan dan menari bersama.)
Narator                      : Rikala wit-wit jati tasih dados saksi. Katresnan iki, tinuju wonten sabelo pati.
 (Di saat Nawangsoh melihat hamparan padi, tiba-tiba Rinangku terkena senjata tajam yang menembus hingga ke dadanya)
Nawangsih                  : (Menoleh kaget) “Kang Mas!!” (Berteriak dan berlari menuju Rinangku, menangis sejadi-jadinya dan ikut menusuk dadanya dengan senjata yang menacap pada dada Rinangku)
Penduduk                    : (Kaget, mengerumuni jasad Nawangsih dan Rinangku tanpa bisa berkata apa-apa)
Sunan Muria                : (Masuk dan terkejut) “Nawangsih, puteriku ....”
Narator                      : Tresno sejatining tresno
  Tresno iku mou biso karebut
  Tresno manunggaling kawulo Gusti
  Tresno mareng tresno
  Tresno tanpo wates
  Tresno ora mandang umur lan karo sopo
  Tresno sejatine marang sapodo-podo

Jangan berkomentar kasar, ya

Salya's Note . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates